BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Anemia adalah berkurangnya
hingga dibawah nilai normal eritrosit, kuantitas hemoglobin, dan volume packed
red blood cell (hematokrit) per 100 ml darah. Jadi, anemia bukan suatu
penyakit tertentu, tetapi cerminan perubahan patofisiologik yang mendasar yang
diuraikan melalui anamnesis yang seksama, pemeriksaan fisik, dan konfirmasi
laboratorium (Baldy, 2006). Anemia merupakan masalah medik yang paling sering
dijumpai di klinik di seluruh dunia, disamping berbagai masalah kesehatan utama
masyarakat, terutama di negara berkembang, yang mempunyai dampak besar terhadap
kesejahteraan sosial dan ekonomi, serta kesehatan fisik (Bakta, 2006).
Masyarakat Indonesia masih belum sepenuhnya menyadari pentingnya zat gizi,
karena itu prevalensi anemia di Indonesia sekarang ini masih cukup tinggi,
terutama anemia defisiensi nutrisi seperti besi, asam folat, atau vitamin B12.
Saat ini, penyakit
thalassemia merupakan penyakit genetika yang paling banyak di Indonesia. Frekuensinya terus meningkat dengan penderita
sekitar 2000 orang per tahun. Walupun begitu, masyarkat tidak menaruh perhatian yang cukup besar
terhadap penyakit yang sudah menjadi salah satu penyakit genetika terbanyak
ini. Hal ini disebabkan karena gejala
awal dari penyakit sangat umum seperti anemia dan muntah-muntah. Padahal gejala
akhir yang ditimbulkan akan sangat fatal jika tidak ditangani secara akurat,
cepat, dan tepat.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1.3 TUJUAN
Makalah ini disusun dengan tujuan untuk memberikan suatu
gambaran, penjelasan yang lebih mendalam mengenai anemia akibat thalassemia ini. Diharapkan
masyarakat dapat melakukan pencegahan dan pengobatan dini dengan cara yang
tepat.
1.4 MEMFAAT
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
DEFINISI ANEMIA DAN THALASEMIA
Anemia adalah gejala dari kondisi yang mendasari, seperti
kehilangan komponen darah, elemen tak adekuat atau kurangnya nutrisi yang
dibutuhkan untuk pembentukan sel darah merah, yang mengakibatkan penurunan
kapasitas pengangkut oksigen darah (Doenges, 1999).
Anemia adalah istilah yang menunjukan rendahnya hitungan sel darah merah dan kadar hemoglobin dan hematokrit di bawah normal (Smeltzer, 2002 : 935).
Anemia adalah berkurangnya hingga di bawah nilai normal sel darah merah, kualitas hemoglobin dan volume packed red bloods cells (hematokrit) per 100 ml darah (Price, 2006 : 256).
Dengan demikian anemia bukan merupakan suatu diagnosis atau penyakit, melainkan merupakan pencerminan keadaan suatu penyakit atau gangguan fungsi tubuh dan perubahan patotisiologis yang mendasar yang diuraikan melalui anemnesis yang seksama, pemeriksaan fisik dan informasi laboratorium.
Anemia adalah istilah yang menunjukan rendahnya hitungan sel darah merah dan kadar hemoglobin dan hematokrit di bawah normal (Smeltzer, 2002 : 935).
Anemia adalah berkurangnya hingga di bawah nilai normal sel darah merah, kualitas hemoglobin dan volume packed red bloods cells (hematokrit) per 100 ml darah (Price, 2006 : 256).
Dengan demikian anemia bukan merupakan suatu diagnosis atau penyakit, melainkan merupakan pencerminan keadaan suatu penyakit atau gangguan fungsi tubuh dan perubahan patotisiologis yang mendasar yang diuraikan melalui anemnesis yang seksama, pemeriksaan fisik dan informasi laboratorium.
Thalasemia
merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan secara resesif.
Ditandai oleh defisiensi produksi globin pada hemoglobin. dimana terjadi
kerusakan sel darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit
menjadi pendek (kurang dari 100 hari). Kerusakan tersebut karena hemoglobin
yang tidak normal (hemoglobinopatia)
2.2Etiologi
Penyebab tersering dari anemia adalah kekurangan zat gizi
yang diperlukan untuk sintesis eritrosit, antara lain besi, vitamin B12 dan
asam folat. Selebihnya merupakan akibat dari beragam kondisi seperti
perdarahan, kelainan genetik, penyakit kronik, keracunan obat, dan sebagainya.
Thalassemia merupakan akibat dari
ketidakseimbangan pembuatan rantai asam amino yang membentuk hemoglobin yang
dikandung oleh sel darah merah. Sel darah merah membawa oksigen ke seluruh
tubuh dengan bantuan substansi yang disebut hemoglobin. Hemoglobin terbuat dari dua macam protein yang berbeda, yaitu
globin alfa dan globin beta. Protein globin tersebut dibuat oleh gen yang
berlokasi di kromosom yang berbeda. Apabila
satu atau lebih gen yang memproduksi protein globin tidak normal atau hilang,
maka akan terjadi penurunan produksi protein globin yang menyebabkan
thalassemia. Mutasi gen pada globin alfa akan menyebabkan penyakit alfa-
thalassemia dan jika itu terjadi pada globin beta maka akan menyebabkan
penyakit beta-thalassemia.
2.3 SKEMA PATOFISIOLOGI ANEMIA
AKIBAT THALASEMIA
Thalasemia
merupakan suatu kelainan darah, oleh sebab itu kita harus membicarakan terlebih
dahulu mengenai darah dan fungsi darah sebelum kita dapat memperbincangkan
lebih lanjut mengenai thalasemia.
2.3.1 Apa itu darah?
Darah
merupakan bagian dari tubuh kita. Ia dipompa berputar dalam tubuh oleh jantung
kita, dan ia beredar dalam pembuluh darah yang menyebar diseluruh tubuh kita.
Pembuluh darah itu adalah (1) pembuluh arteri, (2)pembuluh kapiler, dan (3)
pembuluh vena (lihat Gambar 1). Ketika jantung memompa darah,
pertama-tama darah itu mengalir ke dalam pembuluh arteri besar, kemudian masuk
pembuluh arteri yang lebih kecil dan akhirnya sampai pada pembuluh kapiler.
Pembuluh kapiler ini sangat kecil yang hanya bisa dilihat dengan mikroskop,
tetapi pembuluh kapiler ini sangat penting karena selagi darah mengalir
didalamnya, darah mengeluarkan udara dan makanan, dan memindahkannya ke
jaringan tubuh, kemudian mengambil sisa pembuangan untuk disingkirkannya.
Setelah ini darah mengalir ke dalam pembuluh vena, dan kembali kejantung.
2.3.2 Terbentuk dari apakah darah
itu?
Darah
terbentuk dari suatu cairan kuning yang ringan --yang disebut plasma-- dan tiga
jenis "sel" (lihat Gambar 2).Sesungguhnya, seluruh tubuh kita ini
dibentuk dari blok blok bangunan kecil yang disebut sel, yang terlalu kecil
untuk dilihat. Di dalam banyak jaringan, sel-sel itu tetap bersatu, namun di
dalam darah, sel-sel ini mengambang dan bergerak bebas di dalam plasma. Ada 3
jenis sel darah: (1) sel darah merah, (2) sel darah putih dan (3) sel darah
pembeku / keping keping darah (platelets).
2.3.3Apa yang darah lakukan?
Setiap
komponen darah mempunyai fungsinya sendiri.Plasma membawa air, garam dan
zat-zat seperti makanan,hormon dan obat-obatan ke jaringan tubuh, dan
mengangkut zat-sisa, untuk dibuang melalui paru-paru(dalam bentuk nafas) dan
dibuang melalui ginjal (dalam bentuk air seni). Sel darah putih mempertahankan
badan kita terhadap infeksi /peradangan. Sel darah pembeku menghentikan kehilangan
darah jika kita terluka. Ketika pembuluh darah mendapat kerusakan, Keping
keping darah ini bersatu dan merintangi pembuluh, sedemikian hingga dapat
menghentikan kehilangan darah lebih lanjut.
Kita
mempunyai sel darah merah yang lebih banyak dibandingkan dengan sel darah
putih. Sel darah merah ini penuh dengan haemoglobin, yang berwarna merah, dan
haemoglobin inilah yang membuat darah kita terlihat merah. Haemoglobin
mengambil oksigen dari udara di dalam paru-paru, dan pada gilirannya membawa
oksigen ini ke jaringan tubuh, dan melepaskannya. Untuk hidup, jaringan tubuh
perlu bernafas, sehingga jaringan tubuh itu memerlukan oksigen. Sel darah merah
yang baru selalu dibuat setiap saat di dalam sumsum tulang. Mereka hanya hidup
sekitar 120 hari. Kemudian sel darah merah ini akan dihancurkan di dalam limpa.
2.3.4 Apa itu "anemia"?
Jika
kamu mempunyai terlalu sedikit sel darah merah, atau mempunyai terlalu sedikit
jumlah haemoglobin pada sel darah merah, kamu termasuk "anemia".
Secara sederhana anemia berarti kekurangan darah. Jika anemianya termasuk
ringan, hal ini tidak membahayakan dan bahkan kita mungkin tidak
memperhatikannya.
Akan
tetapi jika anemianya termasuk berat, kita akan sakit, karena jaringan tubuh
kita tidak mendapat oksigen yang cukup. Bentuk anemia yang paling umum adalah
'anemia kekurangan zat besi'. Anemia jenis ini akan terjadi jika kita tidak
mendapat cukup zat besi didalam makanan kita. Jadi anemia jenis ini dapat
diobati dengan obat penambah zat besi. Thalasemia sungguh berbeda dari 'anemia
kekurangan zat besi'. Thalasemia Itu merupakan 'anemia warisan/turunan' dan
tidak bisa diobati dengan obat manapun.
2.3.5 Bagaimana mengukur anemia?
Dengan
mengukur jumlah haemoglobin yang ada didalam darah. Ini cukup mudah. Terdapat
dua cara untuk menjelaskan hasilnya, kita akan menggunakan kedua cara itu dalam
buku ini. Di sebagian tempat tingkat haemoglobin dijelaskan sebagai “persen
dari normal”, contohnya: tingkat-haemoglobinnya 63%. Haemoglobin untuk
ringkasnya kita tulis Hb. Dengan cara ini dijelaskan bahwa tingkat-Hb yang umum
untuk pria adalah 90-110%, untuk wanita dan anak anak sekitar 77-100%. “Anemia
sedang” (moderate) berarti tingkat-Hbnya berkisar 55-70%. “Anemia berat”
(severe) berarti tingkat-Hbnya dibawah 55%. Di tempat yang lain, tingkat-Hb
dijelaskan sebagai gram-Hb per desiliter (sepersepuluh liter) darah.
Satugram/desiliter (g/dl) setara dengan 7% Hb. sebagai contoh, tingkat-Hb 63% =
9 g/dl. Dengan cara ini, tingkat-Hb yang umum untuk pria adalah 13-16 g/dl,
untuk wanita dan anak-anak sekitar 11-14 g/dl. Anemia-sedang berarti
tingkat-Hbnya berkisar 8-11 g/dl. Anemia-berat berarti tingkat-Hbnya dibawah 8
g/dl.
Gambar ini (lihat Gambar 3)
menunjukkan cara yang berbeda untuk menjelaskan tingkat-Hb, skala kiri untuk
%Hb (dari normal), skala kanan g/dl cara yang lebih modern. Pada sisi kanan,
ditunjukkan cakupan Hb normal untuk pria, wanita, dan anak anak. Gambar ini
juga menjelaskan tingkat-Hb pada skema tranfusi-rendah dan skema
tranfusi-tinggi (low tranfusion and high tranfusion). Pada skema
tranfusi-rendah, tingkat-Hb sebelum tranfusi diijinkan turun serendah 6-7 g/dl
atau bahkan lebih rendah. Satu atau dua unit kantong darah hanya dapat meningkatkan
Hb 2-4 g/dl, jadi Hb setelah tranfusi jarang melebihi 10-11 g/dl.
Pada
skema tranfusi-rendah, pasien tak pernah mempunyai pengalaman dengan tingkat-Hb
yang normal. Pada skema tranfusi-tinggi, Hb tidak diijinkan turun dibawah 10
g/dl. Pasien dengan skema tranfusi-tinggi mempunyai tingkat-Hb yang normal
hampir pada setiap saat. Tentu saja, dalam thalasemia mayor tingkat-Hb berubah
setiap saat, karena tranfusi yang diterimanya. Gambar 3 menunjukkan cara yang
berbeda menjelaskan tingkat-Hb, dan tingkat-Hb normal pria, wanita, dan anak
anak. Juga menunjukkan tingkat-Hb yang dijaga oleh skema tranfusi-rendah dan
skema tranfusi-tinggi.
THALASEMIA:
Thalasemia adalah kelainan darah yang diturunkan / diwariskan. Ia mengurangi
jumlah haemoglobin yang dapat dibentuk oleh tubuh,sehingga Ia menyebabkan
anemia.
2.3.6 Bagaimana thalasemia
diwariskan orang tua kepada anak-anaknya?
Setiap
karakteristik tubuh dikendalikan oleh gen(gene). Gen ini mengendalikan
pertumbuhan mulai dari embrio, dan mengendalikan semua fungsi fisik kita. Gen
terdapat didalam setiap sel dari tubuh kita. Kita mempunyai dua untuk setiap
jenis gen, satu dari ibu, dan yang satu lagi dari ayah. Di antara banyak
gen-gen yang lain, kamu mempunyai dua gen yang mengendalikan bagaimana
haemoglobin itu dibuat dalam setiap sel darah merah. Orang “Normal” adalah
normal sebab mereka mempunyai dua gen yang normal untuk haemoglobin.
Pembawa-sifat yang sehat (Carrier) dari b-thalassaemia trait (trait=ciri)
mempunyai satu gen normal untuk haemoglobin dan satu gen yang berubah, mereka
sehat karena satu gen-nya bekerja dengan baik. Oleh karena satu gen diwariskan
dari setiap orang tua, sekurangnya satu dari orang tua mereka haruslah
pembawa-sifat. Orang dengan b-thalassaemia-mayor mempunyai dua gen yang
berubah, satu diwariskan dari masing-masing orang tuanya, jadi kedua orang
tuanya pastilah pembawa-sifat.
Anak dikandung ketika sperma dari
ayah bertemu sel telur dari ibu. Telur dan sperma dibuat sedemikian sehingga
mereka hanya membawa satu untuk setiap gen dari orang-tuanya. Ketika sperma dan
telur bertemu dan menjadi satu, terbentuklah embrio. Materi embrio ini
mempunyai dua gen lagi untuk setiap karakteristiknya, satu dari ibu dan satu
dari ayah(lihat Gambar 4).
Telur
atau sperma dari orang normal selalu membawa gen yang normal untuk haemoglobin,
dan dgn demikian tidak bisa menjangkitkan thalasemia. Ketika Carrier
menghasilkan telur atau sperma, setiap telur atau sperma membawa satu gen
normal atau satu gen thalasemia, tetapi tidak keduanya. Jadi separuh telur
adalah thalasemik danseparuh lagi adalah normal; setengah sperma adalah
thalasemik dan setengah lagi adalah normal. Sekarang mari kita perhatikan
tiga jenis pasanganyang menikah:
1. Kedua Orang tuanya ( OrTu )
“normal”.
Mereka
tidak mungkin menurunkan “ciri” thalassaemia (thalasemia-trait) atau
thalassaemia mayor kepada anak-anak mereka (lihat Gambar 5).
2. Satu Orang tua thalasemia-trait
dan yang lain“normal”.
Semua anak haruslah diwarisi gen
normal dari OrTu“normal”, namun mereka mungkin diwarisi gen normal atau gen
thalasemik dari Ortu pembawa-sifat. Setiap anak mempunyai separuh kemungkinan
(50%) untuk diwarisi gen thalasemik dari OrTu pembawa sifat, jika hal ini
terjadi si anak menjadi pembawa-sifat. Separuh kemungkinan (50%) juga diwarisi
gen normal dari Ortu pembawa sifat: jika ini terjadi si anak sepenuhnya normal.
Tak ada satupun anak dari pasangan ini yang memiliki thalasemia mayor (lihat
Gambar 6).
3. Kedua Orang tuanya adalah
pembawa-sifat b-thalasemia (Carrier):yakni
mereka adalah pasangan yang “beresiko”.
Ketika
sang ibu memproduksi sebuah telur (umumnya sebulan sekali), telur itu bisa
benar benar normal atau sepenuhnya thalasemik. Tak ada cara untuk menjelaskan
yang mana yang akan terjadi. Sang ayah memproduksi sperma yang separuhnya benar
benar normal dan separuhnya lagi sepenuhnya thalasemik.
Ketika
sang ibu memproduksi telur yang benar benar normal, tak menjadi masalah jenis
sperma mana yang membuahinya. Jika telur normal itu dibuahi oleh sperma yang
normal, si anak akan sepenuhnya normal. Jika telur normal itu bertemu dengan
sperma thalasemik, si anak akan sehat dengan membawa sifat thalasemia. Akan tetapi
jika sang ibu memproduksi telur thalasemik, akan menjadi masalah besar
tergantung jenis sperma yangmembuahinya. Jika sperma yang membuahinya adalah
sperma yang normal, si anak akan sehat dengan membawa sifat thalasemia. Akan
tetapi jika telur thalasemik itu dibuahi oleh sperma thalasemik, si anak akan
memikili thalasemia mayor. Inilah alasan mengapa pasangan pembawa-pembawa sifat
ini mempunyai seperempat(25%) kemungkinan dalam setiap kehamilan untuk
mempunyai anak dengan thalasemia mayor, separuh (50%) kemungkinan mempunyai
anak dengan “ciri” thalasemia, dan seperempat (25%) kemungkinan anak yang
mewarisi gen normal dari kedua orang tuanya sehingga si anak sepenuhnya normal.
Kesempatan ini adalah sama pada setiap kehamilan. Suatu hal yang memungkinkan menguji
janin selama kehamilan, untuk melihat apakah si janin itu memiliki thalassaemia
mayor. Kemudian orang tua dapat memutuskan untuk meneruskan kehamilan tersebut
atau tidak. Pengujian ini disebut “diagnosa prenatal”. Untuk melakukan
pengujian ini, perlu dipelajari darah dari kedua orang tuanya, untuk menemukan
secara persis jenis gen thalasemia yang mereka bawa.
2.4
KLASIFIKASI
2.4.1 Klasifikasi
Anemia
1. Klasifikasi berdasarkan morfologi
a. Anemia Hipokromik Mikrositer (MCV <>
1. Anemia defisiensi besi
2. Thalasemia
3. Anemia akibat penyakit kronik
4. Anemia sideroblastik
b. Anemia Normokromik Normositer (MCV 80-95 fl, MCH 27-34 pg)
1. Anemia pasca perdarahan akut
2. Anemia aplasrik-hipoplastik
3. Anemia hemolitik – terutama yang didapat
4. Anemia akibat penyakit kronis
5. Anemia mieloplastik
6. Anemia pada gagal ginjal kronis
7. Anemia pada mielifibrosis
8. Anemia pada sindroma mielodisplastik
9. Anemia pada leukemia akut
c. Anemia Makrositer (MCV > 95 fl)
1.Megaloblastik
a. Anemia defesiensi folat
b. Anemia defesiensi vitamin B12
2.Non megaloblastik
a. Anemia pada penyakit hati kronik
b. Anemia pada hipotiroid
c. Anemia pada sindroma mielodisplastik
2. Klasifikasi berdasarkan etiopatogenesis
a. Produksi eritrosit menurun
1. Kekurangan bahan untuk eritrosit
2. Gangguan utilisasi besi
3. Kerusakan jaringan sumsum tulang
4. Fungsi sumsum tulang kurang baik oleh karena sebab tidak diketahui
b. Kehilangan eritrosit dari tubuh
1. Anemia pasca perdarahan akut
2. Anemia pasca perdarahan kronis
c. Peningkatan penghancuran eritrosit dalam tubuh
1. Faktor ekstrakorpuskuler
a. Antibodi terhadap eritrosit
1. Atoantibodi : AIHA (autoimmune hemolytic anemia)
2. Isoantibodi : HDN (hemolytic disease of new born)
b. Hipersplenisme
c. Pemaparan terhadapa bahan kimia
d. Akibat infeksi bakteri/parasit
e. Kerusakan mekanis
2. Faktor intrakorpuskuler
a. Gangguan membran
1. Hereditary spherocytosis
2. Hereditary elliptocytosis
b. Gangguan enzim
1. Defesiensi pyruvat kinase
2. Defesiensi G6PD (glucose-6 phosphate dehydrogenase)
c. Ganggguan hemoglobin
1. Hemoglobinopati structural
2. Thalasemia
1. Klasifikasi berdasarkan morfologi
a. Anemia Hipokromik Mikrositer (MCV <>
1. Anemia defisiensi besi
2. Thalasemia
3. Anemia akibat penyakit kronik
4. Anemia sideroblastik
b. Anemia Normokromik Normositer (MCV 80-95 fl, MCH 27-34 pg)
1. Anemia pasca perdarahan akut
2. Anemia aplasrik-hipoplastik
3. Anemia hemolitik – terutama yang didapat
4. Anemia akibat penyakit kronis
5. Anemia mieloplastik
6. Anemia pada gagal ginjal kronis
7. Anemia pada mielifibrosis
8. Anemia pada sindroma mielodisplastik
9. Anemia pada leukemia akut
c. Anemia Makrositer (MCV > 95 fl)
1.Megaloblastik
a. Anemia defesiensi folat
b. Anemia defesiensi vitamin B12
2.Non megaloblastik
a. Anemia pada penyakit hati kronik
b. Anemia pada hipotiroid
c. Anemia pada sindroma mielodisplastik
2. Klasifikasi berdasarkan etiopatogenesis
a. Produksi eritrosit menurun
1. Kekurangan bahan untuk eritrosit
2. Gangguan utilisasi besi
3. Kerusakan jaringan sumsum tulang
4. Fungsi sumsum tulang kurang baik oleh karena sebab tidak diketahui
b. Kehilangan eritrosit dari tubuh
1. Anemia pasca perdarahan akut
2. Anemia pasca perdarahan kronis
c. Peningkatan penghancuran eritrosit dalam tubuh
1. Faktor ekstrakorpuskuler
a. Antibodi terhadap eritrosit
1. Atoantibodi : AIHA (autoimmune hemolytic anemia)
2. Isoantibodi : HDN (hemolytic disease of new born)
b. Hipersplenisme
c. Pemaparan terhadapa bahan kimia
d. Akibat infeksi bakteri/parasit
e. Kerusakan mekanis
2. Faktor intrakorpuskuler
a. Gangguan membran
1. Hereditary spherocytosis
2. Hereditary elliptocytosis
b. Gangguan enzim
1. Defesiensi pyruvat kinase
2. Defesiensi G6PD (glucose-6 phosphate dehydrogenase)
c. Ganggguan hemoglobin
1. Hemoglobinopati structural
2. Thalasemia
2.4.2 klasifikasi thalasemia
Secara molekuler talasemia dibedakan
atas :
- Thalasemia a (gangguan
pembentukan rantai a)
- Thalasemia b (gangguan
p[embentukan rantai b)
- Thalasemia b-d (gangguan
pembentukan rantai b dan d yang letak gen nya diduga berdekatan).
- Thalasemia d (gangguan
pembentukan rantai d)
Secara klinis talasemia dibagi dalam
2 golongan yaitu :
- Thalasemia Mayor (bentuk
homozigot) Memberikan gejala klinis yang jelas
- Thalasemia Minor biasanya tidak
memberikan gejala klinis
Penyebab Anemia
Penyebab umum dari anemia:
o Perdarahan hebat
o Akut (mendadak)
o Kecelakaan
o Pembedahan
o Persalinan
o Pecah pembuluh darah
o Kronik (menahun)
o Perdarahan hidung
o Wasir (hemoroid)
o Ulkus peptikum
o Kanker atau polip di saluran pencernaan
o Tumor ginjal atau kandung kemih
o Perdarahan menstruasi yang sangat banyak
• Berkurangnya pembentukan sel darah merah
o Kekurangan zat besi
o Kekurangan vitamin B12
o Kekurangan asam folat
o Kekurangan vitamin C
o Penyakit kronik
o Meningkatnya penghancuran sel darah merah
o Pembesaran limpa
o Kerusakan mekanik pada sel darah merah
o Reaksi autoimun terhadap sel darah merah:
Hemoglobinuria nokturnal paroksismal§
Sferositosis herediter§
Elliptositosis herediter§
o Kekurangan G6PD
o Penyakit sel sabit
o Penyakit hemoglobin C
o Penyakit hemoglobin S-C
o Penyakit hemoglobin E
o Thalasemia
Bab III
PENUTUP
3.1
KESIMPULAN
Thalassemia merupakan penyakit genetik yang disebabkan
oleh ketidaknormalan pada protein globin yang terdapat di gen. Jika globin alfa
yang rusak maka penyakit itu dinamakan alfa-thalassemia dan jika globin beta
yang rusak maka penyakit itu dinamakan alfa thalassemia. Gejala yang terjadi
dimulai dari anemia hingga osteoporosis. Thalassemia harus sudah diobati sejak
dini agar tidak berdampak fatal. Pengobatan yang dilakukan adalah dengan
melakukan transfusi darah, meminum beberapa suplemen asam float dan beberapa
terapi.
3.2
SARAN
DAFTAR
PUSTAKA
Buku "Apa Itu Thalasemia?"
(edisi kedua, 1995)
oleh Dr. RINO VULLODr. BERNADETTE
MODELL, Dr. EVGENIA GEORGANDA dibantu oleh Dr. Beatrix Wonke, Dr. Alan Cohen
- Boedihartono.
1994. Proses Keperawatan di Rumah Sakit. Jakarta.
- Burton,
J.L. 1990. Segi Praktis Ilmu Penyakit Dalam. Binarupa Aksara : Jakarta
- Carpenito, L. J. 1999. Rencana
Asuhan keperawatan dan dokumentasi keperawatan, Diagnosis Keperawatan dan
Masalah Kolaboratif, ed. 2. EGC : Jakarta
- Doenges,
Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian pasien. ed.3. EGC
: Jakarta
- Effendi ,
Nasrul. 1995. Pengantar Proses Keperawatan. EGC
: Jakarta.
- Hassa.
1985. Ilmu Kesehatan Anak jilid 1. FKUI
: Jakarta
- Noer,
Sjaifoellah. 1998. Standar Perawatan Pasien. Monica Ester : Jakarta.
- Wilkinson, Judith M. 2006. Buku
Saku Diagnosis Keperawatan, edisi 7. EGC : Jakarta.